HALLO JAKARTA - Lithografi di atas Der Nederlander Hotel di Rijswijk yang selesai dibangun 1898/9. Lokasi sejalan dengan Istana Merdeka.
Seperti halnya Hotel Des Indes, Der Nederlander juga tak terima tamu pribumi dan Arab.
Ada seorang Arab kaya bin Abdat tahun 1920-an ditolak bermalam di Des Indes. Kesalnya dilampiaskan dengan bikin Hotel Des Galeries di Jl Hayam Wuruk seberang Des Indes yang di Jl Gajah Mada (narsum: Hussein Bajerei).
Ketidakadilan dalam penerimaan tamu-tamu oleh beberapa Hotel milik Belanda memang sejalan dengan ketentuan gemeenteraad van Nederlands Indie tentang peringkat kewargaan;
1. Hollander en Europeaner
2. Vreemde Oosterlingen: Chinezen, Japon, n Arabieren
3. Inlander
Zaman Orde Lama mérek dagang harus diIndonesiakan. Der Nederlander jadi Dharma Nirmala. Dharma bekerja. Nirmala nir + mala, nir zonder, mala bencana. Zonder bencana. Untung bukan Dharma Nirlaba, hotel zonder untung.
Zaman Orba Dharma Nirmala dirombak jadi Bina Graha, office Presiden.
Zaman Orla berdiri Hotel Indonesia. Hotel ini jadi ikon Jakarta. Berdirinya HI dengan biaya pampasan perang Jepang. Tak ada khobar skandal penggunaan pampasan. Proyek yang dirancang dibiayai pampasan semua terwujud, tak ada yang mangkrak.
Hotel Des Indes sejak awal Orba sudah dirontokan tak bersisa. Bersamanya ikut rontok bukti sejarah kezaliman rasialisme penjajah Belanda terhadap native Indonesia. (Ridwan Saidi/Catatan Babe).***
Artikel Terkait
Ditemukan Rel Trem Tertua Peninggalan Belanda di Kawasan Glodok-Kota
Dari Des Indes Hingga Sop Kura-kura, Wisata dan Kuliner di Jakarta era VOC
Ereveld Ancol: Kuburan Campuran Inggris, Belanda, dan Native