HALLO JAKARTA - Menjelang kunjungan Ketua DPR AS ke Taiwan tanggal 2-3/8/2022, China keluarkan reaksi keras sampai pada ancaman persoonlijk. Nancy berkunjung juga, bahkan kemarin 3/8/22 Inggris menyatakan akan kirim pejabatnya ke Taiwan. Rasanya statemen serupa akan muncul juga dari Aussie.
Indonesia, melalui pakar tajir gelar, buat pernyataan yang terkesan dukung China. Sebelum heboh Pelosi, Biden dan Jin Ping dalam rangka bilateral relationship melakukan percakapan telpon selama, menurut NBC, 2 jam 17 menit, meliputi ekonomi global dan soal Taiwan.
Yang tidak punya pengalaman empirik dalam politik pasti kelojotan membaca fenomena ini.
Dalam permainan ceki gelundung ini yang disebut tarik locan buang bendera. Dalam sepakbola Belanda jaman Johan Cruijf ini yang disebut schijn beweging.
Apa yang terjadi dengan China? Dalam pertemuan-pertemuan pendahuluan G20 delegasi China di sidang menjadi pendiam yang budiman menyaksikan mayoritas delegasi hajar Rusia yang menzalimi Ukraina. Juga China nonton saja waktu Menlu Rusia keluar sidang. China tidak mau berkomentar karena mereka takut phoatang, kartunya kebaca.
China menyaksikan betapa nestapa Rusia yang terima balasan karena hajar Ukraina duluan. China juga merasakan tidak enaknya dikepung selama dua tahun, dan masih lanjut.
China pat pat gulipat dengan AUKUS agar tidak tercium Soviet. Tidak ada risiko kalau pun Rusia tahu. Tapi kedua negara bersahabat sudah lama. Tak enak lah.
China juga tak mau mengecewakan penggemarnya di Indonesia, baik pelaku politik yang kalau omong sejarah tak ada dasarnya, atau pakar kampus yang kalau bicara tak nampak intelektualitasnya.
Kalau lama-lama mereka tahu politik China bagaimana? Merujuk ke Tsun Su, perang itu tipu daya. Lu kudu paham donk.
China sudah menyadari perubahan konstelasi kekuatan politik Global. China tak mau mudah diatur, juga tak mau dimusuhi. China ogah jadi Rusia, cilaka punya urusannya. (Ridwan Saidi/Catatan Babe).***
Artikel Terkait
From Ukraina with Love
Model Perubahan Politik di Negara-negara PSI
Dilema Indonesia Perihal Ukraina War